This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 12 Agustus 2016

Batasan dan Perihal Mengenai Transplantasi Mioblast



Sementara beberapa laporan menunjukkan bahwa subpopulasi dari mioblas skeletal tertransplantasi telah mampu bertransdifrensiasi menjadi sebuah fenotip-sel otot jantung dengan peningkatan ekspresi dari genetic jantung, sedangkan yang lainnya tidak mampu berreplikasi dari donor mioblas transdifrensiasi menjadi sel otot jantung.

Konsensus yang ada dari sebagian besar ahli pada bidang ini menyatakan bahwa cangkokan sel mioblas awalnya tetap bukanlah sel otot jantung. Sedangkan, sejumlah bukti menyatakan bahwa ketika mioblast dimplantasikan ke dalam jantung, proses perkembangannya dipengaruhi sebagaimana cara lingkungan jantung sehingga hal tersebut mampu memperbaiki kinerja jantung. Mioblast skeletal ditanamkan ke dalam sebuah miokard yang cedera berdifrensiasi menjadi bersifat tahan-kelelahan, fenotipe kejangan lambat diadaptasi untuk menjadi beban kerja jantung. Terlebih, graft myoblast mungkin menunjukkan koneksi antar sel yang tidak kompetibel  dengan kardiomiosit residen dan tidak berespon dengan cara yang sama terhadap sinyal elektrik dan stimulus. Sementrara studi preklinis awal tidak tidak mendeteksi adanya bukti aritmia, studi klinis baru baru ini telah mengungkapkan bahwa subset dari pasien yang menerima transplantasi myoblast rangka dapat mengalami aritmia yang parah dan membahayakan nyawa.

Penyebab yang tepat terhadap terjadinya aritmia ini masih belum jelas namun mungkin terkait dengan sifat listrik heterogen dan interaksi anatra sel donor dengan sel penerima. Di lain pihak, aritmia mungkin dipicu oleh medium yang digunakan untuk memperkenalkan sel, bukan oleh sel-sel sendiri. Sebagai sisipan, manfaat fungsional dari tranplantasi myoblast mungkin berhubungan dengan dengan keterbatasan remodeling pos infark dan / atau efek parakrine dari myoblast yang ditransplantasikan pada jaringan resipien, bukan kontribusi pencagkokan myoblast untuk meningkatkan fungsi sistolik ventrikel.

Stem Sel



Stem sel biasa disebut juga sel punca, sel induk, atau sel batang merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbeda di dalam tubuh. Sel punca juga berfungsi sebagai sistem perbaikan untuk mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak demi kelangsungan hidup organisme. Saat sel punca terbelah, sel yang baru mempunyai potensi untuk tetap menjadi sel punca atau menjadi sel dari jenis lain dengan fungsi yang lebih khusus, misalnya sel otot, sel darah merah atau sel otak.

Kemajuan mutakhir dalam bidang penelitian stem cell telah dikonfirmasi berpotensial untuk digunakan untuk regenerasi jaringan. Penyakit jantung, termasuk infark miokard dan iskemi merupakan penyakit yang berhubungan dengan kehilangan yang permanen dari kardiomiosit dan vaskuler, baik dengan cara apoptosis ataupun nekrosis. Kemampuan alami tubuh untuk memperbaki dan memperbarui jaringan miokard tidak efektif seperti yang terjadi pada terapi yang saat ini dipergunakan untuk mencegah remodeling dari ventrikel kiri. Transplantasi sel, yang secara langsung bertujuan untuk mempopulasikan jaringan memberikan metode terapi yang dapat digunakan untuk memperbaiki jaringan miokard yang rusak. Bagaimanaupun, disamping kemajuan yang mengagumkan pada bidang ini, terdapat masalah yang cukup signifikan pula, terutama masalah etik, tumorigenic, potensial arrythmogenic  yang pada tehnik ini menyajikan diferensiasi pada sel somatic. Terlebih, ketidakpastian mengenai apakah sel membentuk jaringan baru atau apakah sel akan mengeluarkan materi yang justru akan merugikan sel yang sudah ada.

Saat ini Indonesia telah memiliki 2 lembaga yang dapat mengolah sel punca dengan harga hanya sepersepuluh sel punca impor, padahal dibutuhkan sampai 3 serum sel punca untuk penyembuhan suatu penyakit, tergantung tingkat kondisi penyakitnya. Kedua lembaga tersebut telah dapat mencukupi kebutuhan nasional dan akan terus meningkatkan produksinya dengan menambah peralatan laboratorium baru. Sel punca nasional telah dapat diterapkan pada 20 jenis penyakit, tetapi baru 5 jenis sel punca yang telah dapat dikembangkan secara massal.

Perkembangan Lain Dalam Teknologi Rekayasa Sel


Penyempurnaan dari nuklir, cybrid transfer dan fusi sel memungkinkan rekayasa teknik lebih lanjut dari stem sel memberikan proteksi jantung, atau merangsang antioksidan atau tanggapan antiapoptotic dalam miokardium. Teknik in juga mungkin mengizinkan penargetan spesifik cytopathies berbasis mitokondria.

Untuk mengidentifikasi aspek lingkungan jantung yang mungkin berkontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan transplantasi myoblasts in vivo, matriks 3-dimensi telah dirancang sebagai sebuah novel dalam sistem in vitro yang meniru beberapa aspek dari lingkungan listrik dan biokimia dari miokardium asli. Struktur ini memungkinkan resolusi yang lebih baik sinyal listrik dan biokimia yang mungkin terlibat dalam proliferasi myoblast dan plastisitas. Myoblasts telah ditumbuhkan pada asam mesh 3-D polyglycolic perancah dalam kondisi kontrol di hadapan arus listrik fluks seperti jantung, dan di hadapan media kultur yang telah dikondisikan oleh kardiomiosit matur. Seperti perancah yang mengandung baik janin atau agregat neonatal dari sel jantung yang berdenyut telah digunakan untuk menghasilkan cangkok jantung buatan ditransplantasikan ke miokardium yang terluka dengan penyembuhan fungsi ventrikel, dan pembentukan dari gap-junction fungsional antara sel yang dicangkokkan dan miokardium.

Kombinasi terapi gen dan rekayasa sel induk adalah sebuah pendekatan menarik untuk mengobati gangguan jantung. Ekspresi (dan dalam beberapa kasus penghambatan ekspresi)protein tertentu dapat mengakibatkan perubahan mencolok dalam kardiomiosit dan fenotipe jantung. Kardiomiosit fungsi spesifik, termasuk saluran ion, konduksi jantung, kontraktilitas dan proliferasi myocyte telah terbukti dipengaruhi oleh transfer gen dan ekspresi protein spesifik. Terapi Cell-based untuk hati terluka atau disfungsional dapat ditingkatkan dengan menggunakan ex vivo rekayasa genetika sel punca untuk memberikan gen dan protein. Sebagai contoh, transplantasi sel batang mesenchymal telah terbukti menjadi perangkat efektif untuk menyampaikan protein saluran yang terlibat dalam aktivitas pacemaker aktivitas (misalnya, saluran HCN2 protein) mengakibatkan modifikasi irama jantung in vivo. Pada hewan model kardiomiopati iskemik, pengenalan faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) dan pengaruhnya pada kedua angiogenesis dan fungsi ventrikel kiri nyata ditingkatkan dalam hati dengan myoblasts rangka VEGF-transfected dibandingkan dengan hati langsung disuntik dengan adenoviral-VEGF membangun.

Penggambaran dari Identitas Sel



Dari pembahasan sebelumnya, harus jelas bahwa elemen kritis dalam mengidentifikasi sel yang dicangkokkan dalam jantung dan dalam sejumlah kasus bahkan sebelum transplantasi, adalah tugas penting untuk mengetahui identitas tipe sel. Selain penanda endogen yang tersedia untuk menetapkan identitas sel, GFP telah banyak digunakan sebagai reporter untuk menentukan sel donor. Menandai sel-sel dengan kromosom DAPI noda telah berhasil, karena DAPI noda dari sel-sel mati dapat dengan mudah dimasukkan oleh sel non-ditandai.

Penanda genotipe juga telah ditunjukkan untuk menjadi alat yang ampuh dalam menilai identitas sel. Dalam beberapa studi perbaikan kardiovaskular diri di mana hati perempuan allografted ke penerima laki-laki manusia, keberadaan kromosom Y dinilai dalam pembuluh darah koroner dan di kardiomiosit karena kromosom Y dapat mudah dilihat oleh pewarnaan cyto-chemical atau dengan hibridisasi in situ fluoresensi. Namun, penilaian tingkat chimerism jantung yang dilaporkan dalam studi ini mengungkapkan variasi yang sangat mencolok mulai dari tingkat rendah dari Y-kromosom mengandung kardiomiosit (0,02-01%) untuk tingkat tinggi (30%), menekankan kebutuhan kritis untuk menetapkan kriteria ketat oleh yang chimerism diidentifikasi. Identifikasi inti dengan kromosom-Y sendiri tidak cukup, tetapi harus tegas terkait dengan baik kapal miokard atau struktur kardiomiosit (yaitu dengan mikroskop confocal). Jika tidak, itu adalah mungkin untuk atribut inti kromosom Y-positif menjadi tuan rumah sel-sel yang terlibat dalam respon imun dan infiltrasi inflamasi, dan tidak untuk regenerasi jantung. Ada juga beberapa indikasi bahwa penggunaan analisis kromosom dapat menyebabkan meremehkan sel transfected karena adanya inti yang mungkin tidak dihitung ketika di bagian histologi.

Deteksi penanda fenotipe sel dengan analisa real-time, mikroskop confocal dan metodologi deteksi non-invasif menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) baru saja mulai diterapkan dalam penilaian dari transplantasi sel. Real-time visualisasi dapat memberikan identifikasi daerah infark miokard dan pengiriman tepat dipandu MRI-agen terapeutik, dengan situs injeksi diidentifikasi oleh agen kontras. Agen kontras MRI Novel izin visualisasi ekspresi gen pada resolusi selular, dan dapat digunakan juga untuk mendeteksi sel apoptosis. Label yang sesuai dan deteksi sel induk oleh MRI harus dapat melacak mereka dalam distribusi in vivo, dan memungkinkan sekilas nasib mereka dari waktu ke waktu.

Stem Sel Jantung Dewasa (ACS)



Informasi yang saat ini tersedia pada berbagai populasi stem sel di jantung dewasa telah muncul dari penelitian di beberapa laboratorium. Namun, masih banyak pertanyaan tentang asal-usul, struktur, fungsi lokasi, tepat dan peraturan sel-sel ini. Keberadaan Lin-kit c-+ sel dalam miokardium dewasa tikus dengan sifat sifat sel-sel induk telah dilaporkan. Sel-sel ini memperbaharui diri dan dapat diperbanyak selama beberapa bulan, dapat dikembangkan dalam kultur, dan multipoten, dan dapat menimbulkan kardiomiosit, otot polos, dan sel endotel. Ketika disuntikkan ke jantung iskemik, Lin-c-kit + sel berkontribusi pada pembentukan endotelium dan otot polos pembuluh darah dan regenerasi miokardium di kawasan nekrosis, meningkatkan fungsi pompa dan geometri ruang ventrikel. 

Isolasi dan karakterisasi populasi kecil pada sel-sel jantung dewasa yang diturunkan dari sel progenitor jantung (dari miokardium tikus post natal) mengekspresikan penanda permukaan sel induk-antigen 1 (SCA-1 +) dan aktivitas telomerase reverse transcriptase, terkait dengan potensi pembaharuan diri, baru baru ini juga telah dilaporkan. Sel sel  ACS ini secara selektif diisolasi oleh sistem pemilahan sel magnetik dan tidak menyatakan gen struktural jantung atau Nkx2.5. Sel-sel dapat berdiferensiasi secara in vitro membentuk kardiomiosit berdenyut, sebagai tanggapan terhadap DNA demethylating 5'agen-azacytidine. Peningkatan ekspresi lain faktor transkripsi kardiogenik (gata-4, MEF-2C) ditunjukkan oleh microarray profil membedakan sel ACS seperti yang ditemukan dalam sel-sel sumsum tulang stroma dengan potensi kardiogenik. Demikian pula, ketika diobati dengan oksitosin,  stem sel jantung SCA-1 + mengekspresikan gen faktor transkripsi jantung dan protein kontraktil dan struktur sarcomeric ditunjukkan dan berdenyut spontan. Setelah produksi intravena, stem sel -SCA 1 + jantung dapat ditempatkan di miokardium yang terluka oleh iskemia / reperfusi dan fungsional dapat berdiferensiasi in situ. 

Laugwitz dan asosiasi baru-baru ini melaporkan adanya populasi cardioblasts baik pada jantung embrio maupun postnatal (dari tikus, tikus dan manusia)berjumlah hanya beberapa ratus per jantung diidentifikasi berdasarkan ekspresi mereka dari faktor transkripsi LIM-homeodomain, Isl1. Kelompok ini stem sel jantung terutama lokal di atrium, ventrikel kanan, dan daerah saluran keluar (di mana Isl1 paling lazim disajikan selama organogenesis jantung). Stem sel turunan miokard dapat diisolasi, ditransplantasikan, bertahan dan bereplikasi dalam jantung yang rusak dengan bukti perbaikan fungsional.

Stem Sel Turunan Sel Sumsum Dewasa (BMCS)



Perhatian dalam stem sel turunan sumsum tulang telah termotivasi oleh property neovaskularisasi dan angiogenesis dan efek ini meningkat dengan kehadiran hormon pertumbuhan spesifik dan sitokin (misalnya GCSF).  Efek manfaat sel ini pada pada sistem vaskuler yang mengalami kerusakan telah dikonfirmasi dan dan kemudian diperluas untuk penelitian pada infark miokard tikus yang mana sel sumsum tulang diimplantasikan dapat berdiferensiasi menjadi miosit dan pembuluh darah koroner dan dengan demikian memperbaiki fungsi jantung yang rusak. Karena implantasi BMCs memerlukan intervensi pembedahan dan prosedurnya sering disertai angka kematian yang tinggi, dengan hanya 4055 pencangkokan yang berhasil, pengembangan metode invasif menjadi sangat penting. Salah satu pendekatan adalah yang seperti digunakan pada pengobatan sitokin, faktor stem sel (SCF) dan faktor perangsangan koloni granulosit (G-CSF), untuk mobilisasi endogen (BMCs) dan langsung berintegrasi atau menempatkan pada jantung yang infark sehingga menimbulkan perbaikan. Tikus disuntik dengan SCF 9200mcg/kg/hari) dan G-CSF (50mcg/kg/ghari) menunjukkan peningkatan yang substansial dalam jumlah stem sell yang bersirkulasi dari 29 kontrol yang tidak diobati menjadi 7.200 sitokin tikus yang diobati. BMCs endogen ditunjukkan untuk meningkatkan miosit kardiak yang baru dan pembuluh darah koroner, dan turunan BMCs meregenarasi miokard menghasilkan peningkatan fungsi dan ketahanan hidup  jantung. Temuan serupa mengenai perbaikan yang dimediasi sel pada infark miokard tikus telah diperoleh dengan menggunakan transplantasi BMCs dimana telah menimbulakan proliferasi pada miosit dan struktur vaskuler. 

Merupakan sesuatu yang penting untuk menunjukkan bahwa sumsum tulang berisi beberapa populasi stem sel dengan fenotip yang saling tumpang tundih, termasuk stem sel hemapoeitic (HSCs), stem sel precursor endhotel (EPCs), stem sel mesenchy (MSCs), sel progenitor multipotent dewasa (MAPCs). Ketika sel progenitor endhotel (EPCs) berasal dari prekursor sel hemangioblast di sumsum tulang ditransfer pada target area impalantasi miokard , akan beridiferensiasi secara in situ dan mendorong pertumbuhan pembuluh darah baru, sebuah metode yang telah diaplikasikan mada beberapa model hewan yang mengalami iskemi miokard. Turunan prekursor / stem sel sumsum tulang ini dapat juga mencegah progresi dari apoptosis kardiomiosit dan remodeling stem  kardiak.  Terlebih, terdapat bukti bahwa EPCs dewasa dapat bertrans-diferensiasi menjadi kardiomiosit aktif, walaupun sejauh mana hal ini terjadi masih belum diketahui. 

Pada lain pihak stem sel turunan sumsum tulang menghamabat plastisitas tingkat tinggi sehingga memungkinkan mereka untuk digunakan sebagai sumber autolog dari sel progenitor  (dari dewasa). Dengan kemampuan yang potensial untuk berdiferensiasi menjadi kardiomiosit dan dapat digunakan pada kardiomioplasti selular.  Setelah pengobatan dengan agen khusus (misalnya 5-azacytidine), MSCs dapat berdeferensiasi menjadi hentakan kardiomiosit yang sinkron. Penyuntukan MSCs setelah berekspansi pada kultur dapat juga digunakan untuk menyelamatkan fenotipe kardiak tikus yang abnormal dan dapat meningkatkan efektifitas dalam memperbaiki kerisakan kardiak yang lebih luas termasuk infark miokard. Selain itu, HSCS sumsum tulang yang berasal dan subpopulasi sel HSC disebut SP sel telah dilaporkan pada transplantasi untuk memperbaiki infark miokardium, mendorong pertumbuhan kardiomiosit baru, sel-sel otot endotel dan halus. Sementara ini perbaikan sel miokard termediasi dikarakteristikkan sebagai hasil kemampuan HSCs untuk berdiferensiasi menjadi kardiomiosit, plastisitas HSC telah sulit untuk mereproduksi dan baik maknanya dan dasar tetapnya belum ditentukan. 

Kebutuhan Zat Besi Pada Ibu Hamil



Zat besi (Fe) adalah bagian penting dari hemoglobin, mioglobin dan enzim, namun zat gizi ini tergolong esensial sehingga harus disuplai dari makanan. Sumber utama zat besi adalah pangan hewani terutama yang berwarna merah, yaitu hati dan daging, sedangkan sumber lain adalah sayuran berwarna hijau. Pangan hewani relatif lebih tinggi absorpsinya yaitu 20-30% dibandingkan dengan pangan nabati hanya 1-7%. Hal tersebut karena zat besi dalam nabati yaitu ferri ketika akan diabsorpsi harus direduksi dahulu menjadi bentuk ferro.

Banyaknya absorpsi zat besi tergantung pada jumlah kandungan besi dalam makanan, jenis besi dalam makanan, adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan, jumlah cadangan besi dalam tubuh, dan kecepatan eritropoesis. Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi daripada laki-laki karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mgr. Disamping itu, kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin. Jika persediaan cadangan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya.

Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan meningkat. Peningkatan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan janin untuk bertumbuh (pertumbuhan janin memerlukan banyak sekali zat besi), pertumbuhan plasenta, dan peningkatan volume darah ibu. Jumlahnya sekitar 1.000 mg selama hamil. Kebutuhan akan zat besi selama trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg sehari, yang kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III yaitu 6,3 mg sehari.

Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat mutlak dibutuhkan oleh ibu hamil agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dikandungnya dan persiapan fisik ibu untuk menghadapi persalinan dengan aman.

Selama proses kehamilan, bayi sangat membutuhkan zat-zat penting yang hanya dapat dipenuhi dari ibu. Bidan harus memberikan informasi ini kepada ibu karena terkadang pasien kurang memperhatikan kualitas makanan yang dikonsumsinya.

Patofisiologi Hemofilia



Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.

Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskantissue factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.

Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.

Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat
dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan. Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.

Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian. Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika Serikat menemukan bahwa 5 di antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah wanita.

Gejala Klinis dan Diagnosis



Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu perdarahan yang sukar berhenti. Sering perdarahan akibat sirkulasi adalah manifestasi pertama pada seseorang menderita hemofili. Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan (konsentrasi FVIII dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%), hemofilia sedang (konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-0.5 IU/mL atau 1-5%) dan hemofilia berat (konsentrasi FVIII dan F IX di bawah 0.01 IU/mL atau di bawah 1%). Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan  perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam. Beratnya perdarahan bervariasi akan tetapi biasanya beratnya perdarahan itu sama dalam satu keluarga.

Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa. Oleh karena perdarahan dimulai sejak kecil sehingga haemarhtros (sebagai akibat jatuh pada saat kelenjar berjalan yang menyebabkan perdarahan sendi) merupakan gejala yang paling sering dijumpai dari penderita hemofili ini.

Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Dalam anamnesa biasanya akan didapatkan riwayat adanya salah seorang anggota keluarga laki-laki yang menderita penyakit yang sama yaitu adanya perdarahan abnormal. Riwayat keluarga dengan gangguan perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu juga mendukung ke arah hemofilia. Diagnosa pasti hemofilia atas dasar pemeriksaan generasi tromboplastin. Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada hemofilia A dan B. Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa pembekuan dan masa thromboplastin parsial teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa pembekuan thromboplastin abnormal. Masa perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya normal.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda gen hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat digunakan untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan hemofilia B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX. Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa kadar F VIII yang bisa di bawah normal, analisis mutasi gen hemofilia atau rasio F VIII dengan antigen faktor von Willebrand (FVIII/vWF:Ag ratio) yang kurang dari 1. Sedangkan wanita pembawa sifat hemofilia B dapat diketahui melalui aktivitas F IX yang dapat menurun atau pemeriksaan genetik.

Diagnosis banding hemofilia adalah penyakit von Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain seperti FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen, atau kelainan trombosit seperti Glanzmann trombastenia.

Hemofilia



Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang diturunkan, berasal dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya mencintai atau suka. Walaupun sebenarnya maknanya tidak sesuai, namun kata hemofilia tetap dipakai. Kelainan perdarahan yang diturunkan pertama kali didokumentasikan di abad kedua oleh Kerajaan Babilonia.

Namun baru pada abad ke 18 dilaporkan adanya kemungkinan basis genetik untuk kelainan perdarahan ini dan mulai tahun 1950an transfusi fresh frozen plasma (FFP) digunakan. Pada tahun 1980an teknik rekombinan DNA untuk menproduksi faktor VIII (F VIII) dan faktor IX (F IX) mulai diterapkan.
 
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya.. Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana pada hemofilia A terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic factor), sedangkan pada hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas factor). Hemofilia A mencakup 80-85% dari keseluruhan penderita hemofilia. Hemofilia A dan B tidak dapat dibedakan karena mempunyai tampilan klinis yang mirip dan pola pewarisan gen yang serupa. Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan, hemofilia sedang dan hemofilia berat berdasarkan derajat kekurangan faktor pembekuan yang bersangkutan.

Pada tahun 1980an, risiko tertular penyakit yang berasal dari konsentrat FVII pertama kali diketahui. Kebanyakan pasien dengan hemofilia berat terinfeksi oleh penyakit hepatitis B dan hepatitis C. Pada akhir tahun 1980an hampir semua pasien hemofilia berat terinfeksi hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan HIV. Teknik virisidal terbaru kemudian ditemukan dan efektif membunuh virus-virus tersebut. Standar terbaru tatalaksana hemofilia sekarang menggunakan konsentrat FVIII rekombinan sehingga dapat menghilangkan risiko tertular virus.

Komplikasi dan Prognosis Hemofilia



Diagnosa pasti hemofilia atas dasar pemeriksaan generasi tromboplastin. Sampai sekarang masih belum jelas mengapa perdarahan sendi atau hemarthrosis sering terjadi pada penderita hemofilia, namun diduga bahwa hal ini disebabkan oleh rendahnya ekspresi tissue factor di jaringan sinovial sehingga perdarahan mudah terjadi. Darah dan deposit besi dalam sendi mengiritasi sinovium dan merangsang reaksi inflamasi dalam sendi. Sinovitis kronis ini menyebabkan pertumbuhan jaringan sinovium yang penuh dengan pembuluh darah yang rapuh dan rawan terhadap perdarahan berikutnya, sehingga menciptakan suatu siklus setan. Sendi yang mengalami perdarahan berulang ini disebut sebagai sendi target. 

Hasil akhirnya adalah suatu arthropati hemofilik dimana sendi menjadi kaku, terjadi deformitas permanen, misalignment, perbedaan panjang anggota gerak serta hipotrofi otot yang berdekatan. Cacat sendi ini  merupakan salah satu morbiditas penderita hemofilia yang utama. Perdarahan intrakranial merupakan penyebab kematian utama penderita hemofilia. Studi di Inggris menunjukkan bahwa 34% kematian penderita hemofilia disebabkan oleh perdarahan ini, terutama di usia balita dimana 11 dari 13 kematian karena perdarahan intrakranial. Seumur hidupnya risiko perdarahan intrakranial pada seorang penderita hemofilia sebesar 2-8% dengan tingkat kematian 30%.

Perdarahan otot terutama terjadi di otot paha, betis, dinding perut bagian posterior dan bokong. Tekanan akibat perdarahan otot ini dapat mengakibatkan neuropati seperti neuropati nervus femoralis akibat perdarahan ileospoas. Nekrosis iskhemik dan kontraktur merupakan efek perdarahan otot lainnya.

Penularan penyakit seperti hepatitis C dan HIV melalui transfusi produk darah dan faktor pengganti merupakan masalah besar terutama pada tahun 1980 an. Upaya penapisan yang lebih baik saat ini telah sangat mengurangi risiko penularan tersebut, meskipun penularan Parvovirus B19 dan penyakti Creutzfeld-Jacob  masih sulit dihindari. Kemajuan teknologi telah memungkinkan diproduksi faktor pengganti yang bebas dari risiko penularan penyakit tersebut dengan teknik rekombinan DNA. Pembentukan antibodi atau inhibitor F VIII dapat timbul pada sekitar 20% penderita hemofilia A. Adanya inhibitor ini perlu dicurigai bila seorang penderita tidak menunjukkan penyembuhan yang diharapkan meski telah diberi faktor pengganti dengan dosis yang cukup. Dalam hal ini dosis F VIII harus dinaikkan atau diberikan F VIIa untuk memotong jalur koagulasi.

Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat pada usia 35, 55 dan 75 tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median usia harapan hidup 63 tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori usia yang sama adalah 96%, 88% dan 49% dengan median usia harapan hidup 75 tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup rerata pria di Inggris adalah 97%, 92% dan 59% dengan median usia harapan hidup 78 tahun.

Tatalaksana Hemofilia



Pada tahun 1980an, risiko tertular penyakit yang berasal dari konsentrat FVII pertama kali diketahui. Kebanyakan pasien dengan hemofilia berat terinfeksi oleh penyakit hepatitis B dan hepatitis C. Pada akhir tahun 1980an hampir semua pasien hemofilia berat terinfeksi hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan HIV. Teknik virisidal terbaru kemudian ditemukan dan efektif membunuh virus-virus tersebut. Standar terbaru tatalaksana hemofilia sekarang menggunakan konsentrat FVIII rekombinan sehingga dapat menghilangkan risiko tertular virus. Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B, perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada sendi, edukasi dan dukungan psikososial bagi penderita dan keluarganya.

Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE (rest, ice, compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang dingin, kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan meninggikan daerah perdarahan. Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam 2 jam setelah perdarahan.

Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg) x kadar yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam untuk hemofilia B. Kadar F VIII atau IX yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan dimana untuk perdarahan sendi, otot, mukosa mulut dan hidung kadar 30-50% diperlukan. Perdarahan saluran cerna, saluran kemih, daerah retroperitoneal dan susunan saraf pusat maupun trauma dan tindakan operasi dianjurkan kadar 60-100%. Lama pemberian tergantung pada beratnya perdarahan atau jenis tindakan. Untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5 hari, sedangkan operasi atau laserasi luas diberikan 7-14 hari. Untuk rehabilitasi seperti pada hemarthrosis dapat diberikan lebih lama lagi.

Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolah raga rutin, memakai peralatan pelindung yang sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak fisik. Berat badan harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena berat badan yang berlebih memperberat arthritis. Kebersihan mulut dan gigi juga harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan sebagaimana anak normal terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur subkutan, bukan intramuskular. Pihak sekolah sebaiknya diberitahu bila seorang anak menderita hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan.

Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik merupakan hal yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu diberikan kepada penderita dan keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia itu sendiri, terapi dan prognosis, pola keturunan, deteksi pembawa sifat dan implikasinya terhadap masa depan penderita dan pembawa sifat.

Rabu, 20 Juli 2016

Perbedaan Morfologi Fibroblas Dan Morfologi Sel Saraf


Morfologi Fibroblasts


Fibroblas merupakan jarigan ikat yang terbentuk dari diferensiasi sel mesenkim.Fibroblas berbentuk sel besar gepeng dan bercabang-cabang,yg dari samping terlihat seperti bentuk gelendong.Inti lonjong dan diliputi membran inti yg halus disertai sedikit granula kromatin halus. Fungsi utama fibroblas adalah mensitesis kolagen,elastin, glikosaminoglikan,proteoglikan,dan glikoprotein multiadhesif dan bertugas dalam menyintesis komponen matriks ekstrasel.

Morfologi sel saraf
 
Hasil gambar untuk neuron

Bentuk sel syaraf (perikaryon) umumnya bulat, dapat juga polihidral dengan diameter birkisar antara 4 – 150 mikron. Intinya bulat dan besar, kromatin relatif sedikit terletak di daerah eksentris sehingga nukleus terlihat sedikit pucat. Anak inti (nukleolus) umumnya satu mengandung RNA dan protein dasar, sehingga nukleolus bisa bersifat basofil atau asidopil.
 
Perikaryon atau badan sel syaraf , mempunyai sitoplasma disebut neuroplasma, sedangkan pada axon/dendrit disebut aksoplasma. Di dalam plasma terdapat organel-organel sel seperti aparatus golgi, mitokondria, sentriola, paraplasma (pigmen/lemak), dan neurofibril. Selain itu juga terdapat butiran-butira di dalamnya mengandung zat sejenis protein/hormon yang disebut juga Benda Nissl yang terletak pada perbatasan badan sel dengan dendrit atau axon namun tidak dijumpai pada axon.